Senin, 01 Januari 2024

Sangkuriang dan Dayang Sumbi Mengaduk-aduk Pikiranku

 by Guyup Suroso

Ini mungkin menjadi catatan tulisanku diawal tahun 2024. Tampaknya keinginan dan rasa pada diri benar sudah tak ingin mengikuti  hingar hura-hura pada kegiatan akhir tahun seperti saat ketika muda dulu, begadang bernyanyi pesta malam ahir tahun, bakar kembang api atau juga bakar ikan atau lainnya “Mending di rumah aja tidur nyenyak,” demikian ungkapan hati kecilku” perbanyak doa agar tahun 2024 tetap sehat dan umur yang tersisa menjadi barokah, dan perbanyak ibadah semoga menjadi bekal ahirat kelak”.

Saya juga bersepakat dengan pendapat matang itu. Tapi ternyata tidak sepenuhnya lepas, Setelah sholat Isya saya rehat dan beranjak ke tempat tidur setelah seharian baca buku dan merapikan sedikit kebun anggur di belakang rumah, awalnya ngecek update Whatsapp, facebook dan medsos lainnya hingga saya diseret pada satu episode cerita rakyat dengan judul Sangkuriang, yang dibintangi oleh Suzana dan Berry Prima.

Ibu Sangkuriang marah ketika disampaikan bahwa si Tumang tidak mau mengejar hewan buruan dan secara tidak sengaja si Tumang terkena anak panah sangkuriang. Duuhh… adegan itu masih mampu mengaduk-aduk pikiran dan perasaanku meski ceritanya nya merupakan cerita fiksi dan sudah berulang kali ditonton di tengah cerita sinetron kita yang hedonis di negeri ini.

Raja Sungging Perbangkara memberi nama putri cantiknya dengan nama Dayang Sumbi atau Rarasati. Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, sehingga banyak kalangan pangeran kerajaan antre untuk menjadi suaminya

Namun, Dayang Sumbi menolak semua lamaran pernikahan. Bahkan, para raja-raja yang memperebutkan Dayang Sumbi ini sampai rela berperang untuk memenangkan hatinya. Karena merasa tidak ada kecocokan dengan semua lamaran yang menghampirinya, Dayang Sumbi memutuskan untuk mengasingkan dirinya ke hutan. Di dalam hutan ditemani oleh pengawal istana yang diutus oleh raja

Pada suatu hari, saat Dayang Sumbi sedang menenun, alat tenun kainnya terjatuh dan ia merasa malas untuk mengambilnya. Ia pun membuat janji pada dirinya sendiri bahwa jika ada laki-laki siapapun yang mengambilkan alat tenunnya, maka iya akan nikahi untuk dijadikan suami . Namun, jika perempuan yang menolongnya, akan ia jadikan saudara.

Ternyata, yang mengambil alat tenun kain Dayang Sumbi adalah sang pengawal Dayang Sumbi yang diutus Raja selama dalam pengasingan. Dayang Sumbi pun tidak mengingkari janjinya, ia menjadikan pengawal sebagai suaminya. Berita hamilnya Dayang Sumbi terdengar oleh baginda Raja yang tidak lain adalah bapak dari Dayang Sumbi, sang Raja murka kepada pengawal yang kemudian pengawal berubah wujud menjadi se ekor anjing bernama si Tumang. Dari pernikahan ini, Dayang Sumbi dengan pengawal melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Sangkuriang.

Saat Sangkuriang tumbuh remaja, Dayang Sumbi memberikannya tugas untuk berburu rusa. Sangkuriang pergi berburu ditemani oleh Si Tumang, mereka menunggu hewan-hewan mangsa melewati mereka, tapi tidak ada satu pun hewan buruan yang melintas. Tiba-tiba, Sangkuriang melihat seekor babi hutan yang gemuk, Sangkuriang pun menyuruh Si Tumang mengejar dan menangkapnya. Namun, Si Tumang menolak karena babi hutan yang dilihat Sangkuriang adalah Celeng Wayung Hyang.

Sangkuriang pun mengancam Si Tumang dengan anak panahnya dan secara tidak sengaja melepaskan anak panah menembus tubuh si Tumang. Sangkuriang merasa panik dan ia menyembelih si Tumang untuk mengambil hati dari tubuh si Tumang. Setelah itu, Sangkuriang kembali pulang dan menyerahkan hati tersebut ke ibunya. Mengira bahwa yang diterimanya adalah hati rusa, Dayang Sumbi pun memasak dan memakannya. Namun, setelah mengetahui yang ia makan adalah hati si Tumang, Dayang Sumbi pun marah besar kepada Sangkuriang.

Dayang Sumbi memukul kepala putranya dengan sendok nasi yang terbuat dari kayu hingga kepala Sangkuriang terluka berdarah bahkan Sangkuriang diusir dari rumahnya. Dan Sangkuriangpun akhirnya meninggalkan rumahnya dan ibunya Dayang Sumbi.

Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya, selama ditinggal Sangkuriang melakukan pertapaan terus berdoa, pada suatu ketika, para dewa mengabulkan permintaannya, Dayang Sumbi akan selamanya muda dan memiliki kecantikan yang abadi.

Setelah sekian lama pergi dari rumah, Sangkuriang tumbuh menjadi laki-laki dewasa yang kuat dan sakti. Pada suatu hari, ia mengembara hingga tidak menyadari berjalan sampai ke tempat di mana Dayang Sumbi berada. Sangkuriang pun jatuh hati terhadap kecantikan Dayang Sumbi tanpa mengetahui bahwa wanita yang dicintainya itu adalah ibunya sendiri.

Oleh karena pemuda itu sangat tampan, Dayang Sumbi pun sangat terpesona padanya. Pada suatu hari Sangkuriang yang semakin tumbuh jati dirinya sebagai pemburu minta pamit kepada Dayang Sumbi untuk berburu hewan.

Sangkuriang minta tolong Dayang Sumbi untuk merapikan ikat kepalanya, namun Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat bekas luka di kepala calon suaminya.

Luka itu persis seperti luka anaknya yang telah pergi merantau mengembara. Setelah lama diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajah anaknya.

Dia menjadi sangat ketakutan. Maka kemudian dia mencari upaya untuk menggagalkan lamaran Sangkuriang.

Dayang Sumbi mengajukan dua buah syarat. Pertama, dia meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum. Yang kedua, dia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah sampan/perahu besar untuk berbulan madu menyeberangi sungai itu.

Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum fajar terbit matahari menyingsing. Malam itu Sangkuriang melakukan tapa. Dengan kesaktiannya dia mengerahkan makhluk-makhluk gaib untuk membantu menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut.

Begitu pekerjaan itu hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar kain sutera merah di sebelah timur kota. Ketika menyaksikan warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira matahari telah terbit dan hari sudah selesai.

Rasa kecewa Sangkuriang yang belum bisa menyelesaikan tugas dari Dayang Sumbi, kemudian menendang perahu besar yang dibuatnya. Perahu itu melayang dan jatuh, menjadi sebuah gunung di bagian utara kota Bandung sekarang, yang bernama “Gunung Tangkuban Perahu".

Demikian wolak-wali’e dunyo ternyata dari cerita dapat mengaduk-aduk pikiranku di awal tahun ini, Demikianlah yang namanya hati, kadang hati selalu di wolak-walik seperti halnya Zaman yang kuwalik walik, bisa juga menjadi analogi zaman edan, opo yo melu edan, sebab yen ora melu edan yo ora keduman

Hati itu ibarat satu lembar bulu di atas tanah yang kosong. Ia terombang-ambing oleh angin sehingga mudah terbolak-balik. Walau zaman sudah edan yo Ojo melu-melu edan, ora keduman yo ora opo-opo

Ya muqallibal qulub tsabbit qalbi ala dinika.
Wahai Zat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas Agamamu

Semoga di tahun 2024 ini kita semua tetap sehat dan umur yang tersisa menjadi barokah, dan perbanyak ibadah semoga menjadi bekal ahirat kelak, Amin Ya Robbal Alamin

Cerita fiksi legenda disadur dari https://youtu.be/ykOW1lA3APA?si=y_YvQ3oy3FWBDx_P


1 komentar: