Walau ingin hatimu memeluk gunung
Manalah mungkin tangan tak sampai
Walau ingin hatimu memetik bintang
Manalah mungkin tiada sayapmu
Kalimat tersebut merupakan cuplikan sebuah lagu ciptaan komponis Rinto Harahap dengan judul Tangan Tak Sampai, menceritakan kisah cinta remaja penuh tawa dan tangis yang sama merdunya, ataukah memang ku tak tahu senandungnya.
Kisah cinta memainkan peran penting dalam hubungan antara manusia, menghadirkan perasaan bahagia, kehangatan, dan keindahan tak tergantikan. Walau ingin hatimu memetik bintang, Manalah mungkin tiada sayapmu. Syair tersebut menceritakan seorang remaja dengan cita-cita tinggi, tetapi tidak ada daya upaya untuk mencapainya, Biarlah yang hitam menjadi hitam, jangan harapkan jadi putih
Narasi diatas merupakan sebuah nyanyian, beda halnya dengan dunia pendidikan. Walau hati ingin belajar di pendidikan formal namun apa daya tiada biaya, tiada rotan akar pun jadi, biarlah Non formal menjadi solusi
Awal Kelahiran Pendidikan Non Formal yang fungsinya sebagai alternatif, pengganti, penambah, dan/atau pelengkap untuk menjangkau masyarakat yang tidak terlayani di Lembaga Formal, ternyata saat ini Pendidikan Non Formal telah berubah dan berkembang menjadi : Melengkapi, Menjamur, Mengejar, bahkan Mendahului (Iskandar, 2018).
Seiring dengan perubahan mindset, paradigma, dan pendekatan sehingga menjadikan semangat Pemerintah dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan untuk mengangkat harkat dan martabat Pendidkan Non Formal menjadi luar biasa, bahkan benar-benar sangat luar biasa.
Pendidikan Kesetaraan merupakan substansi dari Pendidikan Non Formal telah menyiratkan bahwa setiap individu harus diberikan hak, peluang, perlakuan, dan akses yang sama tanpa diskriminasi atau perlakuan yang tidak adil berdasarkan berbagai karakteristik pribadi setiap warga negara. Prinsip Pendidikan kesetaraan bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil di mana setiap orang memiliki peluang yang sama untuk mencapai keinginan dan cita-cita sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Dalam UU No. 20 tahun 2003, tentang Sisdiknas, dinyatakan bahwa pendidikan nasional diselenggarakan melalui tiga jalur, yaitu: pendidikan formal, nonformal, dan informal. Melalui jalur pendidikan nonformal, pemerintah melalui Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS), yang kini berubah nama menjadi Dirjen Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) menyelenggarakan berbagai program yang salah satu diantaranya adalah Pendidikan Kesetaraan, yang terdiri atas Program Paket A setara SD, Program Paket B setara SMP, dan Program Paket C setara SMA.
Pada hakikatnya Pendidikan Kesetaraan mengandung makna bahwa lulusannya adalah sederajat atau sama derajatnya. Artinya lulusan Kelompok Belajar Paket memiliki kesamaan derajat dengan lulusan pendidikan sekolah formal. Lulusan Kelompok Belajar Paket A sama derajatnya dengan lulusan SD/MI, lulusan Kelompok Belajar Paket B sama derajatnya dengan lulusan SMP/MTs, dan lulusan Kelompok Belajar Paket C sama derajatnya dengan lulusan SMA/MA. Berarti lulusan Kelompok Belajar Paket A dapat diterima melanjutkan pendidikan di SMP/MTs. Begitu pula Kelompok Belajar Paket B dan C dapat diterima melanjutkan pendidikan di SMA/MA dan di Perguruan Tinggi.
Dihadapan seluruh hadirin diantaranya adalah camat Kecamatan Jombang beserta jajaran dan aparatur Kelurahan Masigit serta seluruh Penilik Kota Cilegon Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Cilegon Dra. Hj Heni Anita Susila, M.Pd mengatakan, “Pendidikan Kesetaraan berfungsi mengembangkan potensi diri bagi warga belajar dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan akademik dan pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Tujuan pendidikan kesetaraan adalah untuk menjamin penyelesaian pendidikan dasar yang bermutu bagi anak yang kurang beruntung drof out dari sekolah, demikian sambutan Kadis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Cilegon, Lebih lanjut Kadis Dikbud mengatakan, Program pendidikan kesetaraan memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri jika dibandingkan dengan pendidikan formal (SD, SMP, dan SMA), di pendidikan formal kalau tidak lengkap sarana dan prasarana orang tuanya bisa komplain jika mau membangun juga luar biasa prosedurnya. Tetapi kalau Pendidikan Non Formal semuanya sangat dipermudah dari mulai perizinan, seperti halnya PKBM IBK ini yang merupakan PKBM yang ke tujuh belas di Kota Cilegon, Kemudian tempat belajar Pendidikan Kesetaraan ini tidak harus menetap dalam ruangan khusus sebab bisa dilaksanakan dimana saja yang penting memenuhi persyaratan kesehatan, misalnya di rumah penduduk, di aula Kelurahan, di musholla, di ruangan apa saja bahkan bisa dilakukan di bawah pohon, juga dapat berpindah-pindah secara bergilir di rumah WB sesuai dengan kehendak peserta didik. Saat ini masih ada dua lagi PKBM yang sedang dalam proses perizinan diantaranya adalah dari Yayasan Al Inayah. Semoga Pendidikan Non Formal ini terus berkembang di kota Cilegon, Lulusan Paket C ini jika masih di usia sekolah bisa mendaftar dan masuk untuk kuliah di Perguruan Tinggi Negeri sehingga mendapat kesempatan untuk mendapatkan beasiswa full sarjana pada 3 Perguruan Tinggi Negeri dan 21 Perguruan Tinggi swasta di provinsi Banten serta 1 Perguruan Tinggi di Jakarta, bahkan Dindikbud Kota Cilegon telah melakukan MOU dengan Universitas Tanara milik Wakil Presiden RI, Demikian pungkas Kadindikbud Kota Cilegon


Tidak ada komentar:
Posting Komentar