by : Guyup Suroso
Seorang petani yang begitu dispilin dan mencintai dunianya, sangat perhatian agar apa yang ditanam dapat hidup subur sehingga menghasilkan panen yang melimpah. Selain cinta tanaman sang petani juga cinta lingkungan dengan berbagai ternakpun dilakukan serta sangat peduli dengan kelestarian alam. Pada suatu ketika Dia melihat ada seekor Elang yang sedang membuat sarang di sebuah pohon yang ada di ladangnya.
Sejak saat itu, petani tersebut rajin mengamati tingkah laku Elang. Sampai akhirnya elang itu bertelur. Sang petani sangat senang mengamati perkembangannya sekalipun Dia mengerti bahwa burung Elang itu sering memangsa ayam ternaknya..Bahkan Dia tidak sabar ingin melihat telur‐telur Elang itu menetas.
Suatu hari ia sangat terkejut dan sedih melihat di samping pohon, si Elang tergeletak mati. Sepertinya elang itu mati tertembak oleh pemburu. Dengan penasaran dan sedikit takut, petani itu memanjat pohon yang ada sangkar Elang tersebut, dan.ternyata di dalam sarang hanya ada satu telur.
Diambilnya telur Elang yang besarnya hampir sama dengan telur ayam tersebut lalu dibawa pulang dan disatukan dengan telur ayam ternaknya yang tidak lama lagi akan dierami induknya. Bersamaan dengan menetasnya telur-telur ayam maka telur Elangpun menetas..
Anak Elang itu tumbuh bersama anak‐anak ayam. Ia tak pernah menyadari bahwa dirinya bukanlah ayam. Setiap hari ia mengais‐ais tanah mencari cacing dan biji‐bijian. Ia berkotek‐kotek layaknya seekor ayam. Ia tidak belajar terbang layaknya seekor Elang.
Sampai suatu ketika, kandang ayam tertutup bayangan yang berputar‐putar. Ayam‐ayam kecil ketakutan dan bersembunyi di balik sayap induknya. Termasuk elang kecil itu.
Ketika ia mengintip ke atas, dilihatnya seekor burung dengan sayap yang besar dan gagah terbang begitu anggun. Anak Elang yang tidak mengertipun bertanya ke anak ayam di sebelahnya, “Apa itu yang berputar‐putar diatas kita ?”
“Itu Elang, “ia adalah penguasa udara. Ia akan memakan kita.”” jawab induk ayam,
Saat itu juga si elang kecil merasakan ternyata kesamaan antara dirinya dengan elang gagah yang melayang‐layang diatasnya. Kemudian ia memperhatikan ayam‐ayam lainnya. Oh, ternyata betapa beda dirinya dengan ayam‐ayam itu. Ia sadar bahwa dirinya adalah Elang, bukan ayam. Ketika berhubungan dengan ayam dan ia hanya ikut‐ikutan, Elang itu telah kehilangan jati dirinya. Ketika sadar bahwa ia berbeda dengan ayam‐ayam yang selalu bersamanya, saat itulah elang mengetahui bahwa ia tidak perlu jadi ayam. Iya sadar dan harus segera mengambil keputusan, namun anak Elang kebingungan karena selain sudah terlanjur sayang dengan ibu yang mengeraminya hingga menetas dan diasuh hingga tumbuh menjadi Elang remaja juga karena sudah terlanjur setia dengan saudara yang menetasnya bersamaan.
Cerita Elang tersebut mengisahkan pada diri kita, kalau kita hanya ikut‐ikutan, maka jati diri kita hilang. Kalau mudah terbawa arus, maka kita akan tenggelam.
Kalau kita tahu dan sadar bahwa kita berbeda, diri kita tahu bahwa kita bukan orang lain, maka saat itu pula potensi yang ada pada diri kita harus dimanfaatkan untuk berkembang dan menjadi lebih baik.
Kita sebagai guru harus tahu siapa diri kita, untuk apa kita hadir, dan kepada siapa kita harus berpihak.
Jati diri adalah ciri-ciri, gambaran, atau keadaan khusus seseorang, juga diartikan sebagai identitas, inti, jiwa, dan semangat seseorang meliputi karakter, sifat, watak, dan kepribadian.
Seorang guru wajib menjaga eksistensi sebagai tenaga pendidik dengan tetap menjaga jati diri bahwa dirinya adalah seorang guru, sekalipun kita tinggal dilingkungan yang sangat tidak kondusif, lingkungan yang banyak bandit, preman, pencuri, pemabuk bahkan perampok. Jati diri seorang guru jangan sampai ikut-ikutan, sebab jika terjadi maka jati diri kita hilang, dan jika terbawa arus maka kita akan tenggelam.
Jika jati diri hilang bahkan tenggelam maka kita telah kehilangan ruh sebagai guru dan pendidik. Persaan masih menjadi guru namun masyarakat dan lingkungan sudah melihat nilai-nilai inti yang selama ini dianggap menyatu dalam sosok guru, menjaga moral, etika, teladan sudah terabaikan, wibawa serta harga diri ikut hilang dan tenggelam.
Ayo kuncinya jaga diri, jangan terpancing, jangan ikut-ikutan hal-hal yang dapat menjatuhkan harga diri dan martabat. Masyarakat, sahabat dan teman dilingkungan sekitar kita selalu melihat dan mengamati gerak-gerik jati diri kita

Benar sekali! Kunci penting dalam menemukan kembali makna hidup adalah menjaga diri kita sendiri. menjaga harga diri serta martabat Fokuslah pada kejujuran, integritas, dan nilai-nilai Anda sendiri.
BalasHapus