Banyak satuan PAUD virtual. Demikian, pernyataan Kepala Dinas Pendidikan kota Cilegon pada saat pemberian sepeda motor kepada seluruh penilik Paud dan Dikmas kota Cilegon. Artinya, penyelenggaran satuan pendidikan PAUD yang terkesan tidak serius. Satuan pendidikan PAUD yang kelahirannya hanya ikut-ikutan saja, tanpa memahami visi dan misi, menguasai program dan konsep satuan pendidikan. Fakta, bahwa PAUD relatif masih muda di dalam pengembangan satuan pendidikan, dibanding dengan jenjang pendidikan di atasnya. Oleh sebab itu, sangat wajar jika banyak memiliki kekurangan atau kelemahan. Perkembangan pesat satuan pendidikan PAUD secara kuantitas, belum berimbang dengan kualitas layanan.
Kualitas layanan adalah faktor terpenting dalam meraih kepercayaan orangtua/masyarakat. Mengapa satuan pendidikan seyogyanya mampu meraih kepercayaan orangtua/masyarakat? Jawabannya, jumlah peserta didik suatu satuan pendidikan, menentukan keberlangsungan dan keberlanjutan satuan pendidikan tersebut. Semakin tinggi tingkat kepercayaan orangtua/masyarakat terhadap satuan pendidikan PAUD, maka semakin besar jumlah peserta didiknya, dan berarti satuan pendidikan tersebut memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri sebagai satuan pendidikan PAUD yang mandiri. Mandiri dalam profesional juga mandiri dalam implementasi 8 Standar Nasional Pendidikan. Jika kedua hal tesebut bisa dilalui dan dilaksanakan berarti lembaga tersebut memiliki kemandirian untuk menjadi sebuah lembaga menuju akreditasi terbaik.
Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan progam/satuan pendidikan sesuai jalur, jenis dan jenjang pendidikan. (UU Sisdikbas 20/th 2003, pasal 60). Akredtasi adalah kegiatan penilaian progam/satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Bedasarkan konsep tersebut dapat dijelaskan bahwa Akreditasi adalah penilaian yang didasarkan pada fakta dan data yang dimiliki satuan pendidikan. Fakta, artinya keadaan yang sesungguhnya tanpa direkayasa. Data, artinya segala catatan atau bukti fisik dari fakta. Tujuan akreditasi tidak berhenti pada diperolehnya status akreditasi. Ada hal yang lebih mendasar yang perlu disadari. Bahwa fungsi akreditasi adalah memberikan data bahan pemetaan kondisi tingkat mutu layanan satuan pendidikan. Data tersebut, yang seharusnya ditindaklanjuti dengan proses pembinaan dan Pembimbingan. Tujuannya agar terjadi peningkatan mutu layanan pada masa selanjutnya. Pemerintah (Kemendikbud), akan menggunakan data ini sebagai dasar pengembangan program-program peningkatan kualitas layanan satuan pendidikan berorientasi pada 8 SNP. Menjadi ironis jika akreditasi menjadi sebuah target. Akreditasi, dimaknai beberapa pihak menjadi sebuah tujuan akhir, bukan bagian dari sebuah proses. Bahwa indikator keberhasilan akreditasi terpenuhinya data-data borang (instrumen) akreditasi, bukan seberapa validnya, sebagai rekam jejak satuan Pendidikan, dalam mencapai 8 SNP.
Oleh sebab itu, ditengah-tengah upaya pemenuhan target tersebut, maka yang terjadi adalah gerakan beramai-ramai pembimbingan akreditasi. Orang melupakan bahwa, sebenarnya, akreditasi untuk memotret satuan pendidikan dalam memenuhi 8 SNP. Perlu segera disadari, betapa mirisnya, dampak dari pergeseran subtansi akreditasi. Bisa dibayangkan, jika di tingkat bawah, terbangun konsep akreditasi sebatas pencapaian lengkap tidaknya bukti fisik/data sebagai mana yang tercantum dalam butir-butir instrumen. Yang terjadi, maka Pembimbingan akreditasi sebatas bagaimana melengkapi borang (instrumen) akreditasi. Makna yang perlu direnungkan, bahwa akreditasi dalam rangka mendukung pencapaian mutu layanan satuan pendidikan adalah berdasarkan 8 SNP. Oleh sebab itu, fungsi akreditasi sebagai bagian dari proses pembinaan, perlu mendapatkan penekanan. Hasil akreditasi, akan dijadikan bahan pembinaan/Pembimbingan satuan pendidikan.
Konsekuensinya, maka untuk mencapai mutu tersebut bukan pada pencapaian status akreditasi, melainkan pada Pembimbingan/Pembinaan satuan pendidikan. Perlu adanya Penguatan Proses Pembinaan/Pembimbingan. Bagaimana menyusun konsep Pembimbingan/Pembinaan yang berorientasi pada pencapaian 8 SNP ? Tidak ada pilihan yang lebih tepat selain penguatan bagaimana satuan pendidikan berproses untuk mencapai mutu layanan berdasar 8 SNP. Oleh sebab itu, jika pemerintah mengharapkan satuan pendidikan berkembang menuju pencapaian mutu yang terstandar, harus dimulai dengan peningkatan kompetensi para Pejabat Fungsional Pengendali Mutu dan Penjamin Mutu dilapangan yaitu penilik dan Pengawas Pendidikan. Kompetensi yang dimaksud mencakup 2 hal pokok, yaitu : penguasaan program PAUDDIKMAS dan Penguasaan 8 SNP. Program PAUDDIKMAS mencakup : kurikulum, materi/bahan ajar, metode/strategi pembelajaran, media dan sumber belajar, dsb. Sedangkan penguasaan 8 SNP, bermakna bagaimana menguraikan Program PAUDDIKMAS tersebut, ke dalam masing-masing 8 komponen SNP.
Cilegon, Mei 2018
Sukses selalu utk IPI Cilegon
BalasHapus