by Guyup Suroso
Haluan menuju, Haluan menuju ke laut dalam… Haluan menuju, Haluan menuju ke laut dalam...
Lancang kuning belayar malam...
Kalau nakhoda……. Kalau nakhoda kuranglah faham,
Kuranglah faham…
Alamatlah kapal, Alamatlah kapal akan tenggelam...
Alamatlah kapal, Alamatlah kapal akan tenggelam...
Melihat judulnya ini mungkin merupakan sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Edy Silitonga, dan populer pada saat saya masih duduk di bangku SD dulu. Menarik kesimpulan dari lirik lagu tersebut seorang nakhoda harus memiliki pengalaman dan faham dalam menentukan arah haluan
Menjadi perwira di atas kapal bukanlah hal yang mudah, kenyamanan kelesamatan penumpang beserta awak kapal dalam pelayaran menjadi tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan.
Air beriak tanda tak dalam, namun aneh ombak begitu besar dan kapalpun terus bergoyang entah kemana haluan akan menuju, Nahoda lulusan akademi pelayaran yang belum pernah sedikitpun memiliki pengalaman sebagai mualim, namun sangat berambisi untuk duduk dan menjalankan sebuah kapal. Demikian halnya dengan mualim-mualim dan awak kapal semuanya masih baru, masih dalam hitungan hari bekerja diatas kapal, namun nahoda sebab ambisinya dengan penuh percaya diri menunjuk dan menempatkan para mualim dan awak kapal tanpa diskusi dan arahan serta petunjuk yang melibatkan nahoda dan mualim senior. Padahal jabatan Nahoda dan mualim merupakan jabatan karier yang harus melalui proses yang harus dijalani dan dilalui terlebih dahulu. Menjadi seorang nahoda harus melalui jabatan karir dan pernah bertugas sebagai mualim junior, kemudian menjadi perwira junior mualim 3 setidaknya dijalani selama 2-3 tahun dalam satu kapal atau kapal yang berbeda, lalu setelah dipandang laik seorang perwira mualim 3 dapat di promot menjadi mualim 2 selanjutnya di promot menjadi mualim yang pada ahirnya menduduki puncak karier menduduki posisi nakhoda.
Tidak adanya pengalaman dalam karier di atas kapal, Mesin kapalpun meraung-raung kencang, sementara mualim satu yang bertanggung jawab terhadap kondisi mesin kebingunan. Nahoda berusaha menambah kecepatan dan mesin kapalpun bertambah meraung namun tidak dapat berlari kencang sementara ombak semakin kencang.
Akibat dari kondisi tersebut mengakibatkan seluruh penumpang mengalami kebingungan dengan rasa was-was dan rasa takut sehingga saling bertanya dengan sesama penumpang lainnya, apa yang akan terjadi dengan kapal ini, suaranya bising kenceng meraung-raung namun tidak mampu berlari, tujuan kapal ini mau kemana, kita ini mau dibawa kemana
Karena kebingungannya mualim 2 yang baru menempati posisi dalam melayani penumpang mengajukan permohonan kepada nahoda karena tidak mampu melaksanakan tugas dan memberikan penjelasan kepada penumpang yang terus bertanya, dan nahodapun dengan tanpa melihat ketentuan pelayaran menerbitkan surat sakti menyetujui permohonan tersebut. Perpindahan terulang pun terjadi namun kapal tidak mampu berlari. Karena pertanyaan tidak pernah dijawab ahirnya seluruh penumpang dengan rasa was-waspun tetidur
Nahoda senior dan para mualim senior saling pandang seakan ingin memberi penjelasan tentang suara mesin kepada mualim satu agar mesin tidak meraung-raung, juga ingin memberi penjelasan kepada nahoda agar kapal mampu berlari tanpa terdengar suara kenceng. Karena lelah memikirkan keadaan serta kewaspadaan melihat kondisi kapal dan belum sempat memberi penjelasan, ahirnya nahoda dan mualim seniorpun ikut tertidur.
ref : https://www.kamuspelaut.com/2019/06/



