by Guyup Suroso
![]() |
| Sekretaris IPI Kota Cilegon |
Siapapun mengerti bahwa sapu lidi merupakan sebuah kosa kata yang terdiri dari dua buah kata yaitu kata sapu dan kata lidi, sapu merupakan alat kebersihan sedangkan lidi merupakan sebuah benda yang terbuat dari bagian pohon kelapa. Dua kata tersebut bergabung dalam satu kata sehingga menjadi sapu lidi. Adanya sebuah persatuan lidi-lidi yang dirajut dan diikat dalam seutas tali sehingga memiliki kekuatan dan sudah pasti memiliki kesamaan visi dan misi. Sehingga menjadi sebuah istilah sapu lidi yang mempunyai arti serta manfaat laur biasa dan sering digunakan kebanyakan orang, sebagai alat untuk membersihkan suatu tempat agar terlihat bersih indah dan nyaman, dengan demikian maka sapu lidi merupakan sebuah alat yang digunakan untuk membersihkan sampah atau kotoran pada sebuah lokasi yang luas sekalipun.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah sapu lidi itu akan bergerak sendiri membersihkan sampah-sampah tanpa ada prosedur tata cara yang menggerakan ?
Kita semua pasti tahu jawabannya, sapu lidi itu bukan mesin, bukan robot juga bukan mahkluk bernyawa, sehingga tidak mungkin berjalan dan bergerak sendiri melaksanakan fungsinya tanpa tata cara atau prosedur, sapu lidi memerlukan adanya sosok yang menggerakan. Sapu lidi merupakan lambang persatuan dan kekompakan yang akan bermanfaat apa bila di manfaatkan atau difungsikan dan digerakan melalui mekanisme manajemen pengelolaan yang baik, dengan demikian sudah barang tentu harus ada seorang pengelola/pemimpin yang ditunjuk untuk mengelola sapu lidi sehingga memberikan manfaat yang jelas untuk lingkungan rumah, kantor dan halaman sesuai dengan visi dan misi dari dari fungsi sebuah sapu lidi.
Persatuan itu butuh pengorbanan, persatuan itu butuh keteladanan, dan persatuan itu butuh perhatian. Butuh pengorbanan keteladanan dan perhatian dari semua stakeholder dalam mencari solusi untuk keberhasilan bersama, butuh keteladanan dari ruh pemimpin yang mengelola persatuan, dan butuh perhatian yang mendalam dalam menjaga konsistensi sebuah persatuan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal tentunya sebuah produk sapu lidi itu harus digunakan dengan jelas dengan mekanisme sesuai dengan prosedur.
Lalu apa sebenarnya hubungan sapu lidi dengan persatuan, kekompakan dan kebersamaan dalam meningkatkan kinerja Penilik pada Dinas Pendidikan ?
Kepala Dinas Pendidikan merupakan atasan langsung bagi pemegang jabatan Penilik. Peningkatan kinerja penilik merupakan salah satu altertenatif yang diimpikan oleh Kepala Dinas Pendidikan kab/kota. Hal ini dikarenakan kinerja penilik akan berlanjut kepada kinerja Dinas Pendidikan di tingkat yang lebih tinggi (tingkat provinsi) dalam mencapai visi dan misi-misinya. Untuk itu peningkatan kinerja Penilik harus dilakukan secara bersama antara Penilik beserta organisasinya dengan Kepala Dinas Pendidikan. Banyak cara-cara yang bisa dilakukan guna meningkatkan kinerja penilik, salah satunya adalah menciptakan lingkungan fisik, lingkungan sosial dan sistem manajemen yang baik serta tertata secara profesional. Penciptaan seperti di atas merupakan penciptaan iklim organisasi Dinas Pendidikan. Banyak para ahli berpendapat bahwa iklim organisasi akan berpengaruh terhadap kinerja, sebagaimana dalam Wirawan (2008) dalam Buku Budaya dan Iklim organisasi, mengatakan Iklim organisasi mempengaruhi perilaku Penilik yang kemudian mempengaruhi kinerja mereka dan kemudian mempengaruhi kinerja organisasi.
Jika hubungan sosial antara atasan dengan bawahan terasa harmonis maka akan tercipta suasana nyaman sehingga selain dapat menciptakan ide-ide gagasan baru juga dapat meningkatkan perilaku dan disiplin kerja, motivasi kerja yang dapat meningkatkan prestasi kinerja Penilik yang sekaligus merupakan kinerja Dinas Pendidikan dan bentuk penguatan perilaku organisasi sebagai wadah perjuangan yang berdampak pada sistem imbalan / tunjangan /insentif atau tunjangan fungsional.
Sekarang bangaimana cara atau upaya yang harus dilakukan agar dapat menciptakan iklim organisasi yang dapat meciptakan kinerja Penilik dapat maksimal sesuai dengan tupoksinya atau sesuai dengan kompetensi setandar pekerjaannya. Dalam Nawawi, (2007) mengemukakan bahwa terdapat tiga faktor yang dapat menyebabkan terjadinya iklim suatu organisasi yaitu lingkungan eksternal, strategi pratek pimpinan, pengaturan organisasi dan sejarah organisasi. Dari tiga faktor penyebab iklim organisasi yang paling besar pengaruhnya adalah seorang pimpinan atau Kepala Dinas Pendidikan.
Untuk itu Kepala Dinas Pendidikan harus dapat menciptakan tiga faktor iklim organisasi yang baik, antara lain: Pertama, Menciptakan Lingkungan Fisik yang baik dan layak, misal tempat kerja nyaman full AC, adanya mebelair, adanya alat kerja seperti komputer yang memadai, printer, alat tulis kantor, infocus serta kendaraan operasional dan sebagainya. Kedua Menciptakan Lingkungan Sosial yang baik diantaranya : Hubungan atasan dan bawahan, hubungan antar teman sekerja, sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, kebersamaan, adanya family gatering, adanya kerjasama dalam melaksanakan tugas, Penghargaan terhadap Penilik kreatif, saling mempercayai dan humoris. Ketiga : Melaksanakan sistem manajemen yang tertib, rapih dan teratur, yaitu : Adanya Visi, misi dan strategi organisasi, Karakter organisasi, Struktur organisasi, Sistem birokrasi organisasi, Distribusi kekuasaan, Delegasi kekuasaan / otonomi, Proses pengambilan keputusan, Alokasi sumber-sumber daya, Standar kerja, Prosedur kerja, Karakteristik pekerjaan, Karakteristik peran, Sistem imbalan / Tunjangan/insentif atau tunjangan fungsional, Pengembangan karir, Manjemen konflik, dan Iklim etis. Dengan terciptanya 3 faktor iklim organisasi tersebut maka perjalanan untuk meningkatkan kinerja akan terasa bersih, indah dan nyaman sebagaimana fungsi sapu lidi.
Demikianlah makna sebuah kebersamaan akan terbangun jika ada persatuan, kekompakan yang diwujudkan dengan saling bekerja sama dan mempunyai visi yang sama, saling mengingatkan, serta bersama-sama mewujudkan satu tujuan atau visi misi yang hendak dicapai secara bersama. Sehingga dari teori dan filosofi sapu lidi dapat meningkatkan kinerja penilik sekaligus meningkatnya perilaku organisasi sebagai wadah perjuangan yang berdampak pada sistem imbalan/ tunjangan/insentif atau tunjangan fungsional. Jangan lupa dengan teori sapu lidi yang penulis paparkan diatas, jangan sampai terlepas menjadi lidi-lidi yang terpisahkan.
1. Wirawan, Budaya dan Iklim Organisasi Teori Aplikasi dan Penelitian, (Jakarta : Salemba empat, 2008),
2. Nawawi, Hadari. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan. (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1997)
Baca Juga

Tidak ada komentar:
Posting Komentar